Article Detail


MENGHARGAI SANG WAKTU

Oleh ; Maria G. Banon Fitri Wahjuni, S.P

Setiap kali saya bertemu dengan sahabat lama, mereka selalu bertanya, “Sejak kapan kamu menetap di Bengkulu?” atau “Kapan kamu kembali ke Jawa?” Dua pertanyaan ini sama-sama berkaitan erat dengan waktu. Saya sering terhenyak, ternyata waktu yang telah saya lewati menjelang setengah abad.
Waktu bagi saya sangat berharga. Jika saya meninjau dari segi matematika, waktu satu hari adalah 24 jam, satu minggu 168 jam, satu tahun 8544 jam. Jadi, di usia saya sekarang ini sudah berapa jam yang saya lalui? Setiap jam yang saya lewati saya berusaha untuk bisa mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat.

Bagi seorang pengusaha atau pedagang, waktu adalah uang. Memang benar ungkapan ini sebab setiap satu jam waktu bisa dimanfaatkan untuk suatu perbuatan yang bisa menghasilkan uang. Sedangkan uang adalah sarana mutlak untuk memenuhi kebutuhan hidup yang menghantar seseorang pada kesejahteraan. Uang memang bukan satu-satunya yang bisa membuat orang bahagia, tetapi dengan uang manusia zaman sekarang bisa membeli kekuasaan, jabatan, harga diri, dan pemuas batin. Jadi benar, bila seorang pengusaha atau pedagang sangat menghargai waktu.

Saya bukan pengusaha atau pedagang. Saya hanya seorang pengajar atau pendidik yang di negara ini jauh dari profesi yang empuk atau menjanjikan untuk masa depan. Profesi guru atau pengajar sering menjadi pilihan terakhir untuk sebuah cita-cita, karena jika diukur dengan uang profesi ini berada di urutan mendekati terbawah. Tapi, saya bangga dengan profesi saya. Profesi saya memicu saya untuk selalu menghargai waktu. Betapa tidak? Saya harus membuat program tahunan, program semester, rencana mengajar dalam kelas,membuat inovasi pembelajaran, datang ke sekolah, masuk kelas, mengajarkan sesuatu, memberi evaluasi, membagikan hasil ulangan, mengisi rapor, semuanya harus tepat waktu. Jika saya tidak bisa menghargai waktu, bagaimana dengan murid-murid saya? Ibarat pepatah guru kencing berdiri murid kencing berlari.

Waktu bagi saya adalah saat untuk memberikan sesuatu kepada orang lain. Saya merasa sangat rugi jika tidak bisa bangun pagi dan mulai beraktivitas, sebab terlambat satu jam dari jadwal saya bangun pagi berarti saya sudah kehilangan kepuasan batin. Saya tidak bisa memberikan apa-apa untuk keluarga saya, setidaknya motivasi untuk menyemangati anak-anak saya menjelang berangkat ke sekolah. Jam kerja resmi 7 jam bagi saya adalah saat yang paling membahagiakan . Dengan segala kekurangan, saya bisa memberikan pujian, perhatian, hiburan, sedikit pengetahuan, sharing pengalaman, dan memberikan waktu untuk mendengarkan keluhan atau curahan hati rekan kerja dan murid-murid saya.

Waktu di luar jam kerja adalah waktu yang tepat bagi saya untuk bersosialisasi dengan lingkungan dan masyarakat. Saya tipe orang yang tidak bisa sendiri, saya selalu membutuhkan teman dan sahabat untuk berkelakar atau bercerita tentang banyak hal. Maka, waktu luang saya akan saya gunakan untuk menyapa orang lain, tetangga, tukang sayur, tukang sampah, atau anak-anak kecil yang seringkali ramai berkumpul di halaman rumah saya. Saya akan sangat bahagia berada di tengah-tengahmereka.


Saya pernah berbulan-bulan terbaring sakit di rumah sakit. Saya sangat tersiksa karena saya merasa tidak bisa memanfaatkan waktu saya dengan baik. Namun, saya berpikir mungkin saat itulah Tuhan lebih dulu memberikan waktu kepada saya untuk merefleksi diri karena saya sering lupa memberikan waktu khusus untuk Tuhan. Sejak itu mata saya semakin terbuka betapa berharganya sang waktu. Dengan segala dosa dan khilaf saya, dari waktu ke waktu saya mencoba untuk bisa meluangkan waktu untuk merenungkan sabda Tuhan karena Dialah Sang Waktu yang kekal dan abadi.
Saya sangat prihatin ketika melihat anak-anak muda belum bisa menghargai waktu. Mereka masih suka membuang-buang waktu dengan bermalas-malasan, kebut-kebutan, minum-minuman keras, hura-hura tanpa memperhitungkan akibatnya. Mereka belum tahu bahwa sang waktu terus berjalan dengan cepat, sang waktu tidak bisa diputar ulang untuk mengembalikan usia manusia. Jika Anda yang membaca tulisan ini adalah anak saya, mantan murid saya, atau murid-murid saya serta kaum muda yang belum bisa menghargai waktu, cobalah untuk merenungkan betapa berharganya sang waktu.
Perjalanan hidup saya sudah banyak memakan waktu. Pahit manisnya kehidupan merupakan warna tersendiri dalam hidup saya. Saya berusaha memanage dan merencanakan waktu saya untuk kegiatan-kegiatan yang akan datang. Tapi seringkali apa yang sudah direncanakan tidak sesuai harapan. Tapi saya percaya Tuhan akan membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk inspirasi Anda dalam menghargai waktu.

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment