Article Detail
Analisis Wacana Kritis dan Analisis Kohesi Koherensi
ANALISIS WACANA KRITIS DAN ANALISIS KOHESI KOHERENSI
Oleh : MG. Banon Fitri, W, M.Pd.
- I. IDENTITAS WACANA
Judul Wacana : Kesehatan Sejati Ada di Dapur, Bukan di Restoran
Pengarang : Hendrawan Nadesul (Dokter Motivator Kesehatan)
Media Pemuat : Kompas, 7 April 2015
- II. RINGKASAN WACANA
Wacana yang terdiri dari dua puluh paragraf ini berisi masalah kesehatan, khususnya dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Dunia tanggal 7 April 2015, Organisasi Kesehatan Dunia mencanangkan tema “Keamanan Pangan”. Tema ini dipilih untuk menanggapi fenomena pola makan yang salah yang akhir-akhir ini sering dilakukan oleh masyarakat.
Dunia memikul beban tingginya penyakit karena orang mengkonsumsi makanan tidak lagi memperhatikan kebersihan, pemakaian bahan tambahan pangan dan lidah (selera) makan orang sekarang cenderung pada makanan yang rendah nutrisi. Tidak semua makanan yang dikonsumsi aman dan menyehatkan. Namun, masyarakat kita masih kurang paham tentang kebersihan makanan, proses pemupukan sayuran yang dikonsumsi, formalin dan pewarna tekstil yang kadang digunakan dalam makanan akibatnya timbul penyakit diare yang ditularkan lewat makanan dan minuman.
Masyarakat menengah sering makan di warung atau restoran tanpa memperhatikian nilai gizi, kebersihan, dan kesehatan makanan. Menu di warung atau restoran kurang steril karena tercemar limbah dapur, food handler, bakteri coli atau karena penyajian yang sembarangan. Mulailah ada anjuran agar anak sekolah membawa bekal dari rumah karena jajanan yang dimakan di sekolah membahayakan kesehatan masa depan.
Hampir tidak ada yang aman jajanan dan menu di luar rumah kita. Gerenasi sekarang lebih menyukai menu siap saji dan junkfood diperkirakan akan melahirkan generasi kurang gizi tersembunyai (hidden hunger). Itulah sebabnya perlun mengenalkan menu nenek moyang kita yang lebih sehat dibandingkan dengan menu makanan yang dikenal anak generasi sekarang.
Investigasi Badan Pengawas Obat dan Makanan belakangan ini masih menemukan bahan berbahaya dalam makanan yang dijual di pasaran. Tangan pemerintah masih terlalu pendek untuk menjangkau begitu luas masyarakat yang perlu dilindungi terhadap ancaman bahaya pangan tak aman. Masyarakat perlu terus diedukasi melalui penyuluhan di media. Sukar kalau hanya mengandalkan pemerintah merazia industri makanan “nakal” tanpa dibarengi membangun masyarakat cerdas memilih pangan yang menyehatkan.
Kesalahan memilih pola makan yang serba daging (animal based diet) menyebabkan banyak orang mati prematur sebab yang manusia makan menyalahi kodrat tubuhnya. Kodrat tubuh manusia butuh lebih banyak sayur-mayur dan buah, sedikit daging (mediterranean diet). Nelayan Okinawa dunia kedokteran (Harvard Medical School) belajar bagaimana bisa panjang umur. Sukar mengelak dari aneka macam pencemar dan bahan berbahaya pada makanan dan minuman kita. Sikap kita seyogianya berpihak kepada pilihan mengolah menu harian sendiri, sejatinya kesehatan itu ada di dapur bukan di restoran.
- III. ANALISIS WACANA KRITIS
.
Menurut Kamus Linguistik Dewan Bahasa dan Pustaka (1997) dalam Tengku Silvana Sinar (2008: 5), wacana diterjemahkan sebagai discourse yaitu unit bahasa yang lengkap dan tertinggi yang terdiri daripada deretan kata atau kalimat, sama ada dalam bentuk lisan atau tulisan, yang dijadikan bahan analisis linguistik. Kata wacana berasal dari kata vacana ‘bacaan’ dalam bahasa Sansekerta. Kata vacana itu kemudian masuk ke dalam bahasa Jawa Kuna dan bahasa Jawa Baru wacana atau vacana atau’ bicara, kata, ucapan’. Kata wacana dalam bahasa baru itu kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi wacana ‘ucapan, percakapan, kuliah’ (Poerwadarminta 1976: 1144).
Lukmana, Aziz dan Kosasih (2006: 12) mengatakan bahwa analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) mempunyai ciri yang berbeda dari analisis wacana yang bersifat “non-kritis”, yang cenderung hanya mendeskripsikan struktur dari sebuah wacana. Analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) bertindak lebih jauh, diantaranya dengan menggali alasan mengapa sebuah wacana memiliki struktur tertentu, yang pada akhirnya akan berujung pada analisis hubungan sosial antara pihak-pihak yang tercakup dalam wacana tersebut.
Analisis wacana kritis menyediakan teori dan metode yang bisa digunakan untuk melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan antara wacana dan perkembangan sosial dan kultural dalam domain-domain sosial yang berbeda (Jorgensen dan Philips, 2007: 114). Tujuan analisis wacana kritis adalah menjelaskan dimensi linguistik kewacanaan fenomena sosial dan kultural dan proses perubahan dalam modernitas terkini (Jorgensen dan Philips, 2007: 116).
Secara garis besar, dapat disimpulkan pengertian wacana adalah satuan bahasa terlengkap daripada fonem, morfem, kata, klausa, kalimat dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis ini dapat berupa ucapan lisan dan dapat juga berupa tulisan, tetapi persyaratanya harus dalam satu rangkaian dan dibentuk oleh lebih dari sebuah kalimat.
Dengan demikian, analisis wacana kritis merupakan teori untuk melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan antara wacana dan perkembangan sosial budaya. Untuk menganalisis wacana, yang salah satunya bisa dilihat dalam area linguistik dengan memperhatikan kalimat-kalimat yang terdapat dalam teks (novel) bisa menggunakan teori analisis wacana kritis. Teori analisis wacana kritis memiliki beberapa karakteristik dan pendekatan.
Wacana Kesehatan Sejati Ada di Dapur, Bukan di Restoran merupakan wacana yang mengandung makna secara implisit. Ada gagasan tersembunyi yang disampaikan oleh Dokter Hendrawan Nadesul seorang motivator kesehatan. Fenomena-fenomena perilaku masyarakat yang melakukan kesalahan pola makan dengan alasan memilih makanan yang cepat saji, praktis, mudah didapat tanpa melalui proses pembuatan makanan dari olahan sendiri sesungguhnya merupakan fenomena yang menyedihkan.
Lebih lanjut Dokter Hendrawan Nadesul menjelaskan bahwa sesungguhnya makanan di luar rumah yang sering kita nikmati merupakan makanan yang kurang sehat. Masyarakat tidak menyadari bahwa makanan di luar rumah pada umumnya kurang memperhatikan kebersihan, masih menggunaan bahan tambahan makanan (penyedap) yang berlebihan, pemilihan bahan makanan yang mengandung serba kimiawi, proses pembuatan makanan yang sembarangan, serta lebih memilih menu ampas ( junkfood ). Penjelasan ini merupakan hal memprihatinkan yang terjadi di kalangan masyarakat.
Di balik fakta-fakta empiris tersebut terdapat maksud tersembunyi penulisnya, yaitu ajakan kepada masyarakat agar lebih baik mengkonsumsi makanan hasil olahan dapur sendiri sebab makanan olahan dapur sendiri pada umumnya lebih sehat dibandingkan dengan makanan yang dibeli di warung atau restoran.
- IV. ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI
Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk teks yang penting. Menurut Mulyana (2005: 26) menyatakan bahwa kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Kohesi wacana terbagi di dalam dua aspek, yaitu kohesi gramatika dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal antara lain adalah referensi, subtitusi, ellipsis, konjungsi, sedangkan yang termasuk kohesi leksikal adalah sinonimi, repetisi, kolokasi.
Sejalan dengan pendapat di atas Yayat Sudaryat (2008: 151) menyatakan bahwa kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam organisasi sintaksis, wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Sedangkan Abdul Rani, Bustanul arifin, Martutik (2006: 88) menyatakan bahwa kohesi adalah hubungan antarbagian dalam teks yang ditandai oleh penggunaan unsure bahasa. Oleh karena itu, wacana dikatakan kohesif apabila terdapat kesesuaian bentuk bahasa baik dengan ko-teks (situasi dalam bahasa) maupun konteks (situasi luar bahasa). Menurut H. G. Tarigan (dalam Mulyana, 2005: 26) mengemukakan bahwa penelitian mengenai kohesi menjadi bagian dari kajian aspek formal bahasa. Oleh karena itu, organisasi dan struktur kewacanaanya juga berkonsentrasi dan bersifat sintaktik gramatikal.
Brown dan Yule (dalam Abdul Rani, dkk, 2006: 87) menyatakan bahwa unsur pembentuk teks itulah yang membedakan sebuah rangkaian kalimat itu sebagai sebuah teks atau bukan teks. Hal tersebut juga diperkuat lagi dengan pendapat Anton M. Moeliono (dalam Sumarlam, dkk, 2009: 173) bahwa kohesi merupakan hubungan semantik atau hubungan makna antara unsur-unsur di dalm teks dan unsur-unsur lain yang penting untuk menafsirkan atau menginterpretasikan teks; pertautan logis antarkejadian atau makna-makna di dalamnya; keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang apik. Berdasarkan pendapat tersebut telah diperkuat dan disimpulkan oleh Mulyana (2005:31) bahwa hubungan koherensi merupakan sutau rangkaian fakta dan gagasan yang teratur yang tersusun secara logis.
Wacana Kesehatan Sejati Ada di Dapur, Bukan di Restoran yang terdiri dari 20 paragraf tersebut pada umumnya setiap paragraf sudah koheren, hanya mengandung satu gagasan. Gagasan yang terkandung dalam setiap paragraf sebagai berikut:
Paragraf 1 berisi pernyataan tentang tema “Keamanan Pangan” yang dipilih oleh Organisasi Kesehatan Dunia dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Dunia tanggal 7 April 2015. Tema ini dipilih sebab adanya fenomena bahwa hampir semua penyakit di dunia ini terjadi karena pola makan yang salah.
Paragraf 2 menjelaskan bahwa dunia memikul beban tingginya penyakit karena orang mengkonsumsi makanan tidak lagi memperhatikan kebersihan, pemakaian bahan tambahan pangan dan lidah (selera) makan orang sekarang cenderung pada makanan yang rendah nutrisi.
Paragraf 3 berisi masalah keamanan pangan belum menjadi perhatian semua negara. Tidak semua makanan yang dikonsumsi aman dan menyehatkan.
Paragraf 4 berisi pernyataan bahwa masyarakat kita masih dikepung oleh masalah kurang dipahami tentang kebersihan makanan, proses pemupukan sayuran yang dikonsumsi, formalin dan pewarna tekstil yang kadang digunakan dalam makanan.
Paragraf 5 berisi masalah macam-macam penyebab diare yang ditularkan lewat makanan dan minuman.
Paragraf 6 berisi masalah masyarakat menengah yang sering makan di warung atau restoran tanpa memperhatikian nilai gizi, kebersihan, dan kesehatan makanan.
Paragraf 7 berisi tentang menu di warung atau restoran yang kurang steril karena tercemar limbah dapur, food handler, bakteri coli atau karena penyajian yang sembarangan.
Paragraf 8 berisi anjuran anak sekolah agar membawa bekal dari rumah karena jajanan yang dimakan di sekolah membahayakan kesehatan masa depan.
Paragraf 9 berisi penjelasan bahwa hampir tidak ada yang aman jajanan dan menu di luar rumah kita.
Paragraf 10 berisi pernyataan gerenasi sekarang yang lebih menyukai menu siap saji dan junkfood diperkirakan melahirkan generasi kurang gizi tersembunyai (hidden hunger)
Paragraf 11 berisi pernyataan perlunya mengenalkan menu nenek moyang kita yang lebih sehat dibandingkan dengan menu makanan yang dikenal anak generasi sekarang.
Paragraf 12 menyatakan bahwa investigasi Badan Pengawas Obat dan Makanan belakangan ini masih menemukan bahan berbahaya dalam makanan yang dijual di pasaran.
Paragraf 13 menyatakan bahwa tangan pemerintah masih terlalu pendek untuk menjangkau begitu luas masyarakat yang perlu dilindungi terhadap ancaman bahaya pangan tak aman.
Paragraf 14 menyatakan bahwa pekerja agar membawa bekalmmakan siang di kantor dari rumah mengingat masih banyak makanan tidak bersih, perlu menumbuhkan kesadaran kebersihan makanan lewat kurikulum sekolah.
Paragraf 15 berisi pernyataan bahwa masyarakat perlu terus diedukasi melalui penyuluhan di media.
Paragraf 16 berisi pernyataan bahwa sukar kalau hanya mengandalkan pemerintah merazia industri makanan “nakal” tanpa dibarengi membangun masyarakat cerdas memilih pangan yang menyehatkan.
Paragraf 17 menyatakan bahwa kesalahan memilih pola makan yang serba daging (animal based diet) menyebabkan banyak orang mati prematur sebab yang manusia makan menyalahi kodrat tubuhnya.
Paragraf 18 menyatakan bahwa kodrat tubuh manusia butuh lebih banyak sayur-mayur dan buah, sedikit daging (mediterranean diet)
Paragraf 19 menyatakan bahwa dari nelayan Okinawa dunia kedokteran (Harvard Medical School) belajar bagaimana bisa panjang umur.
Paragraf 20 menyatakan bahwa sukar mengelak dari aneka macam pencemar dan bahan berbahaya pada makanan dan minuman kita. Sikap kita seyogianya berpihak kepada pilihan mengolah menu harian sendiri, sejatinya kesehatan itu ada di dapur bukan di restoran.
Sedangkan kohesi setiap paragraf berbeda-beda.
- 1. Paralelisme
Menurut Yayat Sudaryat (2008: 155) paralelisme merupakan pemakaian unsure-unsur gramatikal yang sederajat. Hubungan antara unsure-unsur itu dituturkan langsung tanpa konjungsi.
Kohesi paralelisme terlihat pada paragraf 1 dengan pilihan kata yang sejajar, yaitu makan makanan yang salah sejajar dengan faktor makanan (maksudnya makanan yang salah). Paragraf 7 pilihan kata kurang steril sejajar sejajar dengan kata tercemar kuman coli dari air kali, pangan tercemar, dan disajikan secara sembarangan. Paragraf 9 pilihan kata tidak jelas apakah aman sejajar dengan kata pencetus kanker juga, tak aman bagi kesehatan, tidak ada yang aman. Paragraf 11 pilihan kata kekurangan sejumlah nutrien sejajar dengan kehilangan sebagian unsur nutrisinya. Paragraf 14 pilihan kata tertata pola hidup bersihnya sejajar dengan kemampuan mencegah infeksinya, harus bersih, aman, dan bernutrisi. Paragraf 15 pilihan kata edukasi sejajar dengan mengedukasi. Paragraf 17 pilihan kata keliru memilih gaya hidup sejajar dengan gaya hidup sejajar dengan menyalahi kodrat tubuhnya. Paragraf 20 pilihan kata ratusan bahan kimia industri makanan sejajar dengan kata aneka mabam pencemar, bahan berbahaya.
- 2. Konjungsi
Harimurti Kridalaksana dan H. G. Tarigan dalam (Mulyana, 2005: 29) menyatakan bahwa konjungsi atau kata sambung adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang berfungsi sebagai penyambung, perangkai, atau penghubung angtara kata dengan kata, frasa dengan frasa, kalusa dengan klausa, kalimat dengan kalimat dan seterusnya.
Konjungsi untuk menyambung bagian kalimat yang kohesif terlihat pada paragraf 1, yaitu kata selain itu.
- 3. Substitusi
Harimurti Kridalaksana (dalam Mulyana, 2005:28) menyatakan bahwa subtitusi (penggantian) adalah proses dan hasil penggantian oleh unsure bahasa oleh unsure lain dalam satuan yang lebih besar. Penggantian dilakukan untuk memperoleh unsure pembeda atau menjelaskan strukur tertentu. Proses subtitusi merupakan hubungan gramatikal, dan lebih bersifat hubungan kata dan makna. Sejalan dengan pendapat tersebut Yayat Sudaryat (2008: 154) menyatakan bahwa subtitusi mengacu pada penggantian kata-kata dengan kata lain. Subtitusi mirip dengan referensi. Perbedaanya, referensi merupakan hubungan makna sedangkan subtitusi merupakan hubungan leksikan atau gramatikal.
Kohesi karena substitusi terletak pada paragraf 4, yaitu semua itu untuk menggantikan sama-sama gado-gado misalnya, betul bernutrisi, tetapi belum tentu juga sama bersihnya atau sama aman bahan bakunya. Sayur-mayurnya apakah organik dan bukan dipupuk kimia? Kacang tanahnya sudahkah busuk oleh kapang sehingga mengandung aflatoxin, pencetus kanker hati? Tahu dan terasinya apa tidak dicampur formalin? Warna kesumba kerupuknya apa bukan pewarna tekstil rhodamin B yang bisa menjadi pencetus kanker juga?
- V. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
- Wacana Kesehatan Sejati Ada di Dapur, Bukan di Restoran karya dokter Hendrawan Nadesul bukan hanya sekedar wacana yang berisi penjelasan tentang makanan sehat, namun pengarang mempunyai maksud tersembunyi yaitu mengajak pembaca untuk lebih mengutamakan mengkonsumsi makanan hasil olahan sendiri di dapur dibandingkan dengan mengkonsumsi makanan di warung atau restoran. Jika masyarakat menyadari pentingnya makan makanan yang sehat dengan pola makan yang benar, akan terbentuk generasi masa depan yang sehat juga.
- Wacana Kesehatan Sejati Ada di Dapur, Bukan di Restoran karya dokter Hendrawan Nadesul merupakan wacana yang paragraf-paragrafnya koheren. Koheren tersebut didukung oleh unsur-unsur pembentuk yang kohesif secara paralelisme, konjungsi, dan substitusi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rani, Bustanul Arifin, Martutik. 2006. Analisis Wacana Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.
Jorgensen, Marianne W. dan Louise J. Philips. 2007. Analisis Wacana Teori dan Metode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Lukmana dan E. Aminuddin Aziz dan Dede Kosasih. 2006. Linguistik Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana.Yogyakarta: Tiara Wacana
Poerwadarminta, W. J. S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Sumarlam. 2009. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Karya.
Tengku Silvana Sinar. 2008. Teori dan Analisis Wacana : Pendekatan Sistematik Fungsional. Medan: Pustaka Bangsa Press.
Yayat Sudaryat. 2008. Makna dalam Wacana. Bandung: Yrama Widya
-
there are no comments yet