Article Detail
Ulasan Cerpen Karya Ahmad Tohari
ULASAN CERPEN KARYA AHMAD TOHARI
Oleh : M.G. Banon Fitri Wahjuni, M.Pd.
Para penggemar novel dan cerpen pasti tidak asing lagi dengan sastrawan ini. Ahmad Tohari adalah seorang penulis cerpen, novel dan esai. Penulis kelahiran Banyumas ini sebagian karyanya juga dimuat di majalah Horizon. Salah satunya adalah cerpen “Akhirnya Karsim Menyeberang Jalan”
Cerpen ini mengisahkan tentang kehidupan seorang Kasim, yang memiliki keluarga kecil yang tinggal dalam gubug di pinggir kali. Kehidupan miskin yang dialaminya tak mematahkan semangatnya untuk terus menafkahi keluarga kecilnya tersebut. Niat tulus karsim yang ingin menyelamatkan padi-padinya di sepetak lahan dekat sungai untuk anak dan istrinya makan, harus dibayar dengan nyawa.
Tema cerpen ini berkaitan pada permasalahan situasi lalu lintas yang terjadi pada saat menjelang lebaran. Kemudian muncul permasalahan pada cerpen ini berupa kecelakaan yang menewaskan lelaki 69 tahun yang hendak menyeberang jalan raya, sebagai akibat dari padatnya kendaraan yang lalu-lalang menjelang lebaran. Bukan hanya padat, para pengemudi roda dua maupun roda empat yang seakan-akan berkuasa atas jalan tersebut, tidak mau mengalah, mengemudikan kendaraan mereka dengan seenaknya, maklum orang kota. Tema cerpen ini menurut saya berkisar di sekitar sosial dan tradisi.
Cerpen ini menceritakan budaya masyarakat kota pada umumnya yang mau menang sendiri. Sukar memberi kesempatan kepada penyeberang jalan seperti Karsim, padahal Karsim harus menyeberang jalan tersebut secepatnya untuk menyelamatkan padi-padinya di ladang guna memberi makan anak istrinya. Namun siapa sangka, niat tulus bagai pahlawan itu harus dibayar dengan nyawa terlebih dahulu agar para pengemudi serakah itu sudi memberinya kesempatan untuk menyeberang.
Cerpen ini menarik karena keunikan yang terkandung dalam cerpen ini berada pada tokoh utama (Karsim). Di dalam cerita disebutkan bahwa ia tewas tergilas mobil. Rohnya keluar dari jasadnya lalu menyaksikan segala sesuatunya hingga jasadnya digiring menyeberangi jalan. Tohari mengahdirkan sesuatu yang berbeda, roh dari tokoh utama bermain cukup banyak dalam cerpen ini. Dengan permasalahan yang sepele, Tohari mampu menghadirkan tokoh Karsim beserta nasibnya sebagai masyarakat kelas bawah dan para pengemudi kendaraan yang dalam cerpen ini digambarkan seakan-akan mereka adalah orang-orang kaya. Tohari sangat piawai mencampuradukkan konflik batin, sosial, tradisi dan segalanya sehingga jadilah cerpen yang luar biasa maknanya dan manfaatnya untuk diketahui banyak pembaca; khususnya para raja jalanan.
Dalam paragraf 24 si bayi dan kakaknya terlindung lingkaran biru, keduanya tampak illahi. Pemandangan yang tak dapat dilihat oleh manusia bernyawa, seperti pada bagian awal cerita, pemandangan yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang rohnya masih berterbangan di dunia. Dalam paragraf terakhir pun tak kalah menarik. Masih seputar pemandangan tak kasat mata, namun kali ini lain. Pengemudi mobil seekor kera perempuan, lelaki gendut dengan topeng kepala tikus, babi hutan, celeng, srigala, beruk, munyuk. Dapat menimbulkan berbagai tafsiran, sebenarnya siapa sesungguhnya orang-orang berwajah hina tersebut. Apakah orang-orang yang gemar melakukan korupsi demi pamer. Apakah orang-orang yang gemar memelihara sifat serakah; yang mau menang sendiri dan tidak memberikan kesempatan kepada orang lain, kepentingan mereka harus didahulukan, atau orang yang menggunakan ilmu ghaib dan cara kotor untuk mendapatkan kekayaan. Entahlah, yang jelas pemandangan seperti itu hanya bisa dilihat oleh beberapa penglihatan.
Hal menarik lainnya yaitu timbulnya beberapa pertanyaan setelah membaca keseluruhan cerpen ini. Tohari sering memunculkan dan mengulang-ulang kata pamer, kurang lebih tiga kali.
Cerpen ini mengandung kritik sosial, khususnya untuk para raja jalanan. Dari awal hingga akhir, Tohari selalu mengeluarkan kata pamer. Tidak hanya itu, Tohari lewat cerpen ini seakan ia merupakan bagian dari Karsim, ingin mengungkapkan kepada pembaca bahwa begitulah kiranya sifat masyarakat berwajah kekotaan yang maunya menang sendiri.
Baru kali itu selama hidupnya tokoh Karsim diakui keberadaannya. Dalam artian, ia harus mait terlebih dahulu baru bisa diakui keberadaannya; baru diberi kesempatan untuk menyeberang.
Gaya Tohari dalam menciptakan cerpen ini bernadakan protes dan reaksinya terhadap keegoisa, keakuan orang kota yang amat kental, pamer mobil dan motor, juga pamer harta, keegoisan yang menelan korban jiwa, para raja jalanan yang sombong dengan segala yang mereka kendarai. Adanya pemisah antara orang-orang kaya dengan orang-orang miskin, yaitu jalan raya, di mana orang miskin selalu mengalah untuk mereka yang tak tahu rasa mengalah.
Demikian ulasan singkat tentang cerpen karya Ahmad Tohari. Semoga bermanfaat.
-
there are no comments yet